HARAPAN DAMAI UNTUK KEBANGKITAN ACEH

.

Senin, 20-08-2007
PENANDATANGANAN perjanjian damai Helsinky antara Pemerintah Indonesia dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM), 15 Agustus 2005 lalu, telah berdampak positif bagi rakyat Aceh khususnya, dan Indonesia umumnya.
Kesepakatan ini telah melahirkan UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang diupayakan untuk menuju Aceh yang damai dan sejahtera.
Tapi, dua tahun perjanjian perdamaian ditandatangani, masih terdapat berbagai macam masalah yang dihadapi masyarakat Aceh. Sebut mislanya, tingginya tingkat kriminalitas. Sementara penanganannya secara hukum, belum terlihat dilakukan secara maksimal.
Ini bisa terlihat dari belum terungkapnya kasus-kasus kriminalitas selama ini. Tanpa disadari, kondisi ini telah berakibat terjadinya gesekan dalam penerapan perdamaian secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat.
Sementara, berbagai kasus seperti penculikan, perampokan dan intimidasi atau teror, terus terjadi sehingga muncul kekhawatiran di masyarakat. Tidak tegaknya penegakan hukum tersebut, menyebabkan munculnya dugaan bahwa ada pihak-pihak yang tidak senang bila Aceh dalam kondisi aman.

Karena itu, orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu terus melakukan aksi yang mengancam perdamaian. Bahkan, tindakan orang yang tidak bertanggungjawab tersebut masih terjadi hingga menjelang perayaan HUT ke 62 Kemerdekaan itu, 17 Agustus 2007 lalu.
Seperti fenomena penurunan bendera merah putih di wilayah Kota Lhokseumawe. Peristiwa ini jelas merupakan suatu upaya untuk memperkeruh keamanan di Aceh yang kini semakin kondusif.
Seiring dengan itu, juru bicara Aliansi Perdamaian Aceh Asra Rizal menilai, bila kasus-kasus seperti ini akan terus berlanjut sampai ke depan, tidak tertutup kemungkinan harapan rakyat Aceh untuk hidup dalam suasana damai akan berada di awang-awang.
Pada pertemuan dengan puluhan LBH dan LSM yang tergabung dalam Aliansi Perdamaian Aceh (APA) di Gedung SKB kota Lhokseumawe, Rabu (14/8), Asra Rizal yang didampingi Sabri SH menilai, saat ini betapa perlunya sikap kepedulian bersama seluruh elemen masyarakat Aceh untuk terus menjaga dan mengawal proses damai yang sudah begitu susah payah dirintis demi keberlangsungan perdamaian yang abadi di Bumi Serambi Mekkah.
Karena itulah, mereka menyerukan seluruh masyarakat untuk tetap menjaga perdamaian dengan cara tidak terpancing dengan provokasi-provokasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab. “Kami mendesak kepada para pihak yang terlibat dalam penandatanganan nota kesepahaman bersama untuk tetap konsisten dan berkomitmen dalam menjaga perdamaian di Aceh,” kata Rizal.
Hadir pada saat itu mewakili lembaga-lembaga lain seperti PRA Lhokseumawe, LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, MaTA Aceh, GaSAK Bireuen, JaRI, BEM FH Unimal, Fomasium, LiiRA, ISMAHI Korwil Aceh, IMM Kota Lhokseumawe, Formal, SPKP HAM Aceh Utara, dan SiMAK Bireuen. Mereka tergabung dalam Aliansi Perdamaian Aceh (APA).

Sumber : Medan Bisnis